Situs Budaya Candi Borobudur |
Candi
Borobudur, asal mula, penemuan dan relief Borobudur – Bangunan kuno yang
merupakan salah satu keajaiban dunia ini begitu banyak menyimpan jejak sejarah
masa lampau, terutama bagi bangsa Indonesia.
Bagaimana
Borobudur dibangun? Siapa yang membangun? Kapan candi Borobudur ditemukan?
Beberapa pertanyaan tersebut rasanya menarik untuk dicari jawabannya.
Sejarah
merupakan kejadian masa lampau yang kita sendiri tidak mengalaminya. Jadi kita
tidak mungkin mengetahuinya secara nyata, jelas dan pasti. Mengapa? Karena kita
tidak hidup pada zaman candi Borobudur. Jadi, jika nanti ada tulisan yang
kurang pas atau bahkan salah, alangkah senangnya jika berbagi dengan penulis. Admin
menulis hanya berdasarkan beberapa referensi baik offline (buku) maupun online
(internet)
.Borobudur
merupakan sebuah candi peninggalan kerajaan Buddha yang letaknya sebelah
selatan Magelang, kurang lebih 40 km sebelah barat laut kota Yogyakarta. Dataran
subur yang mengelilingi bangsa Barat menyebutnya sebagai The Garden of
Java yang berarti Taman Jawa. Dataran tersebut dikelilingi 4 gunung,
yaitu sebagai berikut:
1.
Gunung Sumbing, tingginya 3.371 m
2.
Gunung Sindoro, tingginya 3.135 m
3. Gunung Merbabu,
tingginya 3.142 m, dan
4.
Gunung Merapi, tingginya 2.911 m
Asal
mula Borobudur
Candi
Borobudur merupakan bangunan kuno yang memiliki stupa tertua dan kompleks stupa
terbesar di dunia. Oleh UNESCO namanya tercatat sebagai pewarisan budaya dunia
dan dianggap sebagai salah satu dari 7 keajaiban dunia. Menurut sejarahnya,
Candi Borobudur dibangun oleh Samaratungga dari Dinasti Syailendra yang
pembangunannya memakan waktu selama kurang lebih 50 tahun. Dimulai dari tahun
778 sampai 856 Masehi, 300 tahun sebelum Angkor Wat di Kamboja, dan
200 tahun sebelum Notre Dame.
Borobudur
merupakan sebuah bangunan berbentuk piramida berundak yang terbagi atas 9 lapis
lantai. Enam lantai bagian bawah berbentuk platform bujur sangkar, lingkaran
terluarnya dipenuhi dengan galeri relief, yang merupakan gudang pusaka seni
pahat yang tersohor di dunia, panjang nya mencapai 2,5 km, sehingga Borobudur
hampir sama dengan piramida Mesir,
Nama
Borobudur diperkirakan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu : Vihara Buddha Ur,
yang berarti Kuil Buddha dari puncak gunung.
Sebelumnya,
candi peninggalan Dinasti Syailendra memiliki ketinggian 42 meter, tetapi
setelah mengalami pemugaran, tingginya berkurang menjadi 34,5 meter, dengan
dimensi 123 x 123 m, lantai/tingkat 10. Lantai 1 sampai 6 berbentuk segi empat,
dan lantai 7 sampai 10 berbentuk lingkaran.
Candi
Borobudur menghadap ke timur, terdiri dari 1.460 panel, yang masing-masing
panel memiliki lebar 2 meter. Luas seluruh dindingnya mencapai 2.500 meter
persegi, yang penuh dengan relief. Panel yang memiliki relief berjumlah 1.212.
Menurut
penelitian para ahli sejarah, jumlah patung Buddha terdapat sekitar 504, baik
patung yang masih utuh dan yang hancur. Hingga saat ini Borobudur sudah dipugar
sebanyak 2x, yaitu tahun 1905 sampai 1910, dan tahun 1973 sampai 1983.
Penemuan
Candi Borobudur
Pada
tahun 1006 Masehi terjadi sebuah letusan maha dahsyat gunung berapi, Borobudur
terkubur di bawah lapisan abu gunung berapi. Baru pada tahun 1814 Masehi, candi
peninggalan Buddha tersebut ditemukan dibalik hutan belantara yang lebat.
Diceritakan
saat itu Raffles yang merupakan wakil gubernur Inggris yang ditugaskan di pulau
Jawa mendengar cerita dari para pemburu dan penduduk tentang ditemukannya
sebuah candi besar yang tersembunyi di dalam hutan lebat.
Maka Raffles mengutus insinyur WN-Belanda untuk menyatakan hal
tersebut. Dan benar adanya, akhirnya Borobudur timbul di nusantara. Tahun 1973
dengan bantuan UNESCO, dilakukan restorasi berskala besar terhadap Candi
Borobudur.
5
tahap pembangunan Borobudur
Candi
Borobudur dibangun dalam kurun waktu kurang lebih 50 tahun, melalui beberapa
tahapan. Dari beberapa tahap pembangunannya desain candi ini mengalami beberapa
kali perubahan pula. Berikut 5 tahap pembangunan Borobudur :
Tahap
pertama,
dimulai sekitar tahun 780 Masehi. Pada tahap ini, masih merupakan bangunan
kecil dengan 3 buah teras bertumpuk, didirikan ketika bangunan lainnya mulai
dibangun dan kemudian dihancurkan. Kemungkinan awalnya dirancang sebagai sebuah
piramida bertingkat.
Tahap
kedua. Pada
tahap kedua, pondasi candi diperlebar, menutupi kaki asli. Jumlah teras juga
diperbanyak, menjadi 2 buah teras persegi empat dan 1 buah teras bundar.
Tahap
Ketiga. Pada
tahap ketiga ini, perubahan lebih teliti diterapkan. Puncak teras bundar
dipindah dan digantikan dengan serangkaian tiga buah teras bundar. Di puncak
setiap teras dibangun stupa juga.
Tahap
keempat dan kelima.
Terjadi sedikit perubahan pada monumen, penambahan relief-relief baru dan perubahan
tangga dan patung di sepanjang jalan. Simbol pada monumen tetap sama, namun,
sebagian besar dekorasinya dirubah.
Kesalahan
desain Candi Borobudur
Menurut
I Gusti Ngurah Anom (Dirjen Kebudayaan) dalam “Simposium Rahasia di Balik
Keagungan Borobudur” yang diselenggarakan oleh Dhammasena Universitas Trisakti
di Jakarta, desain candi Borobudur mengalami kesalahan, yang kemudian
diperbaiki dengan membuat kaki tambahan yang menutupi kaki aslinya. Hal ini
dilakukan pada tahap kedua pembangunan candi.
Adanya
dua kaki tambahan tersebut pertama kali diketahui oleh Yzerman (tahun 1885)
ketika mengadakan penelitian penyelamatan Candi Borobudur dari bahaya
kerusakan. Kaki tambahan seperti yang terlihat sekarang, bentuknya sederhana
dan acap kali disebut teras lebar.
Teras
lebar tersebut menutupi relief di kaki asli, terdiri dari 160 pigura. Di
beberapa pigura terdapat tulisan singkat sebagai petunjuk ringkas bagi pemahat
candi dalam huruf Jawa Kuno. Dan ternyata kata-kata yang dipergunakan tersebut
juga terdapat dalam kitab Mahakarmavibhangga yang memuat cerita tentang cara
kerja hukum karma dalam kehidupan manusia.
Yang
menjadi polemik di kalangan para arkeolog hingga saat ini adalah : Mengapa
relief di kaki asli Candi Borobudur ditutup? Sebagian berpendapat sekedar
masalah teknis agar candi itu tidak longsor, karena kaki aslinya sangat curam.
Namun, sebagian lagi mengatakan bahwa penutupan kaki candi karena alasan
keagamaan.Argumentasinya, karena relief di kaki asli menggambarkan kehidupan
nyata sehari-hari yang terkadang berkesan sadis, seronok, dan lain sebagainya.
Hal ini dianggap tidak pantas diketahui oleh umat Buddha yang berkunjung ke
Borobudur.
Apakah
memang telah terjadi kesalahan desain dalam pembangunan Borobudur? Tidak ada
seorangpun yang tahu dengan pasti
6
Patung Buddha dan posisinya
Di
Candi Borobudur, terdapat patung Buddha yang memiliki 6 bentuk atau mudra yang
berbeda. Keenam mudra Buddha tersebut adalah sebagai berikut :
1.
Bhumisparcamudra (memanggil bumi untuk menyaksikan)
Posisinya
tangan kanan Buddha menyentuh bumi, diletakkan di atas lutut kanan, jari-jari
menunjuk ke bawah. Mudra ini melambangkan permintaan Buddha kepada Dewa Bumi
untuk menyaksikan perilakunya yang benar ketika menyangkal tuduhan Mara. Mudra
ini merupakan ciri khas bagi Dhyani Buddha Aksobhya.
2.
Abhayamudra
Posisinya
tangan kanan Buddha di letakkan di atas paha kanan, telapak tangan
menghadap ke atas. Melambangkan upaya penghalauan terhadap rasa takut. Mudra
ini merupakan Dhyani Buddha Amoghasiddi, Buddha Utara.
3.
Dhyanamudra (meditasi)
Posisinya
kedua tangan Budha terbuka dan diletakkan di pangkuan, tangan kanan berada di
atas tangan kiri, dan 2 ibu jari saling menyentuh. Mudra ini dianggap berasal
dari Amitabha, Dhyani Buddha Barat.
4.
Varamudra (amal)
Posisinya,
tangan kanan Budha diputar ke atas, jari-jari ke bawah dan diletakkan di lutut
kanan. Dhyani Buddha tersebut adalah Ratnasambhava, Buddha Selatan.
5.
Virtakamudra (posisi menimbang keputusan secara matang)
Posisi
Sang Budha mengangkat tangan kanan di atas lutut kanan, telapak tangan
menghadap ke atas, dan ujung jari telunjuk menyentuh ibu jari. Dhyani Buddha
adalah Budha dari semua arah.
6.
Dharmacakramudra (perputaran roda Hukum)
Posisi
Sang Budha : kedua tangan ditahan di dada, tangan kiri di bawah tangan kanan,
dan diputar ke atas dengan jari manis menyentuh ibu jari, jari manis tangan
kanan menyentuh jari kelingking kiri. Posisi ini memberi kesan perputaran roda,
dan dihubungkan dengan Vairocana. Melambangkan kotbah pertama Sakyamuni di
Taman Kijang di Benares. Dhyani Buddha Puncak.
Relief
Candi Borobudur
Relief
yang terukir di permukaan dinding candi Borobudur merupakan karya seni yang tak
ternilai harganya. Saat pembangunan Borobudur tahap pertama, terdapat
serangkaian relief pada kaki bangunan.
Relief
Candi Borobudur
Ilustrasi
teks/tulisannya diambil dari Karmavibhangga (Hukum Sebab Akibat). Teks tersebut
mencerminkan niat baik dan imbalannya, tetapi lebih menitikberatkan pada
hukuman berat bagi mereka yang berniat jahat, misalnya membunuh hewan,
berkelahi dan sebagainya.
Dinding
galeri pertama didekorasi oleh 4 rangkaian relief, yaitu : dua pada tembok serambi,
dan dua pada tembok utama. Kedua rangkaian relief di dinding serambi diambil
dari teks Jatakas, atau Kisah Kelahiran yang menceritakan kehidupan Sakyamuni
(Buddha Gautama) dalam berbagai inkarnasi sebelum kelahirannya sebagai manusia.
Tema dari kisah tersebut adalah pengorbanan diri sebagai sarana memperoleh
kebaikan dan kelahiran yang lebih baik pada kehidupan berikutnya, dengan
mencapai nirwana sebagai tujuan akhir.
Tingkat
dinding utama selanjutnya yang lebih rendah dihias dengan kisah kelahiran yang
lain. Menceritakan kehidupan orang-orang selain Sakyamuni yang juga memperoleh
pencerahan. Berbeda dengan ajaran Buddha Theravada, yang didalamnya diyakini
bahwa hanya 1 orang yang sanggup memperoleh pencerahan pada zaman ini, para
pengikut Buddha Mahayana yakin banyak makhluk yang telah mencapai tahap ini.
Teks ini disebut Avadanas.
Pada
tingkat dinding utama yang lebih tinggi, galeri pertamanya berupa relief-relief
yang menceritakan kehidupan Sakyamuni (Siddharta Gautama) sepanjang
kehidupannya sebagai pangeran sebagai guru bertapa. Relief-relief ini dimulai
ketika Buddha berada di surga sebelum reinkarnasi terakhirnya, dan
berakhir dengan upacara pertamanya di Taman Kijang di Benares. Teks ini
dinamakan Lalitavista.
Rangkaian
ke-5 dan terakhir menempati 3 galeri Borobudur bagian atas. Teks tersebut
digunakan sebagai sumber inspirasi yang disebut Gandavyuha. Ukiran tersebut
menceritakan seorang pemuda, anak pedagang yang bernama Sudhana. Ia berguru
dari satu guru ke guru lain dalam upaya mencari pencerahan. Sebagian besar
relief menunjukkan adegan Sudhana bepergian dengan berbagai alat
angkutan, seperti kereta kuda dan gajah.
Juga
ditunjukkan adegan ketika dia berlutut di hadapan para gurunya
(kalayanamitra/teman baik), baik laki-laki, perempuan, anak-anak dan
Bodhisattvas. Penjelajahan pemuda tersebut berakhir di Istana Maitreya, Buddha
di masa depan, di puncak gunung Sumeru, dimana ia diberi pelajaran dan memiliki
berbagai pandangan.
Rangkaian
terakhir relief di teras bagian atas diambil dari lanjutan teks ini, disebut
Bhadracari, dimana Sudhana bersumpah untuk menjadi Bodhisattva, dan mengikuti
contoh Bodhisattva tertentu bernama Samantabhadra.
Penempatan
rangkaian relief pada tingkat paling tinggi dari candi Borobudur menunjukkan
bahwa relief tersebut merupakan teks yang paling dihormati oleh pendiri
Borobudur. Adegan-adegan relief sepertinya didesain untuk mendorong para
peziarah agar mengikuti contoh Sudhana ketika memanjat gunung, yang
melambangkan tujuan dan sumber kebijaksanaan tertinggi.
Maka
dari itu pantaslah rasanya jika kita menyebut candi Candi Borobudur ajaib,
hingga ia menjadi salah satu dari tujuh keajaiban dunia. Mungkin kita tidak
pernah membayangkan, bahwa di zaman dahulu yang belum ada ilmu pengetahuan
secara formal, telah ada seorang manusia yang telah mampu merancang dan
membangun monumen besar rumit, kokoh dan unik seperti Borobudur.
Batu
yang sedemikian banyak ditumpuk satu per satu hingga membentuk sebuah bangunan
tinggi yang indah dan kokoh. Setiap bagian dan reliefnya pun memiliki makna
cerita dari keinginan manusia dan hukum sebab akibat.
Referensi :
era90.blogspot.com (sejarah ditemukannya candi borobudur) Sejarah Negara